Cari Blog Ini

Jumat, 14 Oktober 2011

Askep Apendiksitis


LANDASAN TEORI
APENDIKSITIS

A.    Konsep Dasar Medis
1.      Defenisi
a.       Apendisitis adalah inflamasi pada apendiks yang disebabkan obstruksi, parasit, hiperplasia limfoid atau malfungsi pembukaan katup apendiks. (Monahan, 1999, hal 1063).
b.      Apendisitis adalah peradangan pada apendiks dikarenakan obstruksi fekalit dan dapat menimbulkan nekrosis, ganggren dan perforasi.
(Price, Wilson hal 316).
c.       Apendisitis adalah peradangan akibat reaksi hebat apendiks terhadap infeksi atau benda asing (Jhonson, 2000, hal 69).
d.      Apendisitis adalah inflamasi apendiks yang biasanya terdapat pada remaja dan dewasa muda (Black&Jacobs, 1993, Hal. 1635).
2.      Anatomi Fisiologi
a.       Lambung dan duodenum
Lambung terletak di kiri dan kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, bila penuh berbentuk seperti buah alpokat raksasa, kapasitas normal lambung 1-2 liter.
Secara anatomis lambung terbagi atas : Fundus, korvus, dan antrum pilorikum/pilorus. Sebelah kanan atas terdapat cekungan kurvatura minor dan sebelah kiri kurvatura mayor. Spingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Spingter esofagus mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali.
Di saat spingter pilorus berelaksasi makanan masuk ke dalam duodenum, ketika kontaksi spingter ini akan mencegah terjadi aliran balik ke usus halus ke dalam lambung.
Di dalam lambung terdapat tiga lapisan muskularis yang tersusun, lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serat otot yang unik ini memungkinkan kontraksi yang diperlukan untuk memecahkan makanan menjadi partikel-partikel yang kecil mengaduk makanan dan mencampur dengan cairan lambung dan mendorongnya ke arah duodenum.
Kelenjar gastrik tiga tipe utama sel-sel simogenik atau chief cells mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik yang diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus.
Kekurangan faktor intrinsik mengakibatkan anemia pernisiosa. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak di daerah pilorus lambung..gastrik meransang kelenjar gastrin  meransang kelenjar untuk menghasilkan asam hidrokloridra dan pegsirogen
b.      Usus halus/usus kecil
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katub ileosekal. Panjangnya 12 kaki usus ini mengisis bagian tengah dan bawah rongga abdomen. usus halus dibagi:Duodenum, jejenum, dan ileuDuodenum panjangnya 25 cm mulai dari pilorus sampai jejenum diantaranya ada ligamentum treita. Kira-kira dua perlima bagian terminal adalah ileum masuknya kimus kedalam usus diatur oleh spingter pilorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah dicerna kedalam usus besar diatur oleh katub ileosekal. Katub ileosekal juga mencegah refluks isi usus besar kedalam usus halus.
Apendiks vermiformis merupakan tabung bantu berukuran sekitar 1 cm yang terletak pada ileosekal pada apeksikum. Dinding usus halus terdiri 4 lapisan dasar paling luar, lapisan serosa, viseral dan parietal. Lapisan ini dinamakan rongga peritoneum, meliputi visera abdomen. perotoneum mempunyai lipatan mesenterium yang menggantung jejenum yang memungkinkan usus bergerak dengan leluasa. Mesenterium menyokong pembuluh darah dan limfe yang mensuplai usus. Omentum mayusmengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi rongga peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus salah satu fungsi mencegah pergesekan antara organ yang berdekatan dengan mensekresi cairan ser (Sylvia A Price, 1997, hal 390).
c.       Usus besar
Usus besar merupakan tabung muskular  berongga dengan panjang sekitar 5 kaki(sekitar 1,5 meter) yang terbentang dari sekum sampai karalis, diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm) tetapi semakin dekat anus  diameter nya semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu sekum kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katub ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum, sekum menempati sekitar 2-3 inci pertama dari usus besar. Kolon dibagi menjadi kolon asendens, tranversum desendens dan sigmoid. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan S dan kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian terakhir usus besar dinamakan rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (Sylvia A Price, 1997, hal 390).
Usus besar secara klinis dibagi menjadi 2 bagian yaitu belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum,, kolon asenden dan dua pertiga proksimal kolon tranversum). Arteri mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon tranversum. Desendens dan sigmoid bagian proksimal rektum)
Persarafan usus besar dilakukan oleh sisitem saraf otonom kecuali sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol volunter. Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus yang paling penting adalah adalah mengabsorpsi air dan elektrolit yang makin lengkap dengan kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menamfung masa feces yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorpsi sekitar 600 ml, usus halus mengabsorpsi sekitar 8000 ml, jadi kapasitas absorpsi usus besar 2000 ml/hari.
Pencernaan yang terjadi diusus besar yang terutama diakibatkan oleh bakteri dan bukan karena kerja enzim bakteri usus besar mensintesir vitamin k dan vitamin B, pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino, peptida, indol, skatol, tenol dan asam lemak, pembentukan berbagai gas NH3, Co2.H2, H2s dan cH4 membantu pembentukan flatusdikolon.
Pada umumnya pergerakan usus besar lambat, yang khas adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong haustra terenggang otot sirkular berkontraksi untuk mengosongkan. Pergerakan tidak progresif menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik, meremas-remas memberi waktu untuk absorpsi.
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif: (1) kontakri lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen progsimal dan bergerak kedepan menyumbat beberapa haustra: (2) peristaltik masa, merupakan kontraksi  yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakan masa feces kedepan akhirnya merangsang defekasi.
Propulsi feses kerektum menmgakibatkan disfusi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi (buang air besar). Defekasi dikendalikan oleh sfingter ciri eksterna dan interna. Sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sfingter eksterna dibawah kontrol volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen skralis kedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-serabut para simpatis mencapai rektum
(Sylvia A. Price, 1997 hal: 410).
3.      Etiologi
a.   Obstruksi oleh fekalit.
Adanya masa yang berasal dari feses masuk kedalam saluran apendiks dan menyebabkan terjadinya sumbatan.
b.  Parasit.
Invasi bakteri lain akan menimbulkan peradangan sebagai sitem pertahanan.
c.   Hiperplasia limfoid.
d.  Reaksi terhadap infeksi.
e.   Malfungsi katup apendiks/ kemacetan.
4.      Patofisiologi
Apendisitis adalah perangan umbai cacing apendiks, terlokasi dekat katub ileosekal. Perangan dapat ditimbulkan oleh obstruksi fekalit (masa mirip batu yang terbentuk dari feses), infeksi basil atau steptokokus, atau kekakuan apendiks dapat terkena. Ketika apendiks sumbat, tekanan intraluminal meningkat, terjadi penurunan drainase vena. Dengan diawali obstruksi, terjadi peningkatan hiperemia, hangat, penimbunan eksudat yang menjadi gangren. Obstruksi, septikemia, nekrosis dan trombosis dapat terjadi sebagai akibat lanjutan sehingga dapat timbul peritonitis. Meskipun gejala apendisitis akut (anoreksia, mual, muntah disertai nyeri abdomen pada titik Mc burney/setengah diantara umbilikus dan iliaka kanan) umum ditemui, banyak gejala yang dapat terjadi pada bagian abdomen lain akibat dari peradangan apendiks. Peradangan ini juga mengakibatkan demam derajat rendah dan leukositosis.
Obstruksi fekalit, invasi parasit, infeksi
 
Patoflodiagram




 
























Sumber :

Long et.al (1993), hal 960. black & Jacobs (1993), hal 1635. monahan & Neighbors (1998), hal 1063.
5.      Manifestasi Klinis
a.       Nyeri abdomen kuadran kanan bawah (RLQ), biasanya ditimbulkan oleh demam rendah, mual, kadang muntah.
b.      Nyeri tekan di titik Mc. Burney pada palpasi ringan / dalam.
c.       Nyeri lepas pada lokasi apendiks, bisa serupa spasme otot dan dapat timbul diare atau konstipasi.
d.      Jika ada ruptur apendiks, nyeri akan semakin kuat.
e.       Distensi abdomen dapat disebabkan dari ileus paralitik.
6.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Didasari oleh pemeriksaan fisik
b.      Leukosit lebih dari 10.000/mm3, neutrofil lebih dari 75 %.
c.       USG dan rontgen abdomen untuk melihat adanya peradangan pada apendiks.
7.      Komplikasi
a.       Peritonitis
Kebocoran isi usus kedalam rongga abdomen menyebabkan terjadinya infeksi pada peritonium.
b.      Ruptur
Sebagai akibat lanjutan dari reaksi peradangan.
c.       Abses
Akibat lanjutan reaksi peradangan
d.      Trombosis
e.       Septikemia
Akibat lanjutan dari infeksi.
f.       Ileus paralitik
8.      Penatalaksanaan.
a.       Pembedahan untuk mengurangi resiko perforasi.
b.      Pemberian antibiotik dan cairan intravena sampai dilakukan pembedahan.
c.       Pemberian analgesik.

B.     Konsep Dasar Keperawatan
1.      Pengkajian
Konsep dasar keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari lima tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi.
a.           Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Data subjektif           : Mewawancarai klien tentang bagaimana klien menganggap kebersihan terhadap dirinya terutama keadaan lingkungan dan terhadap makanan, menanyakan riwayat kesehatan dalam keluarga, apa upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kebersihan dan pencegahan penyakit.
Data objektif     : Mengkaji kebersihan seluruh tubuh
b.          Pola nutrisi metabolik
Data subjektif           :Mewawancarai klien tentang kebiasaan makanan dan minuman sehari-hari dan menanyakan bagaimana kenaikan berat badan..
Data objektif             :Mengkaji gambaran nutrisi tubuh atau berat badan, kebiasaan makan, nilai kebersihan badan sendiri.
c.           Eliminasi
Data subjektif           :Mengkaji kebiasaan BAB / BAK sebelum sakit, menanyakan riwayat penyakit kelamin yang pernah ada.
Data objektif             :Mengkaji pola BAB/BAK
d.          Pola tidur dan istirahat
Data subjektif           :Mengkaji kebiasaan tidur sehari-hari (lama tidur malam, tidur siang) apakah ada gangguan tidur dan kebiasaan sebelum tidur.
Data objektif               :Mengkaji tingkat kemampuan observasi mata dan ekspresi wajah.
e.           Pola persepsi kognitif
Data subjektif           :Mengidentifikasi tingkat interval secara umum kemampuan mengungkapkan perasaan nyaman atau nyeri dan kemampuan berfikir, penginderaan, pengecapan serta penggunaan alat bantu.
Data objektif               :Mengobservasi kemampuan pendengaran, penginderaan, pengecapan serta penggunaan alat bantu
f.           Pola persepsi kognitif
Data subjektif           :Mengidentifikasi bagaimana anggapan klien terhadap perubahan berhubungan dengan penyakit yang mengganggu citra tubuhnya, apakah klien ada putus asa atau merasa rendah diri.
Data objektif               :Mengkaji kemampuan dan keamanan atau partisipasi klien dalam tindakan keperawatan.
g.          Pola peran dan hubungan dengan masyarakat
Data subjektif           :Mengidentifikasi hubungan klien dengan sesama, saudara atau keluarga, cara klien untuk mengungkapkan masalah pada teman atau keluarga serta dukungan dalam menghadapi penyakit.
Data objektif               :Klien berhubungan dengan keluarga dan saudaranya..
h.          Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Data subjektif           :Mengidentifikasi respon emosi klien pada saat klien menghadapi masalah atau stres klien dan bagaimana klien mengungkapkan atau melampiaskannya.
Data objektif               :Mengkaji ekspresi wajah klien.
i.            Pola sistem kepercayaan
Data subjektif           :Bagaimana kepercayaan dan kegiatan klien beribadah pada kepercayaan, apakah klien rajin berdoa selama sakit.
2.      Diagnosa keperawatan
Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu system untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang bisa digunakan adalah hirarki kebutuhan manusia “ Fyer et al, 1996 “ ( Nursalam, 2001, hal 52 ). Perencanaan meliputi pengembangan strategi untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang akan diidentifikasi pada diagnosa kutipan dari Fiyer, taptik dan bernocehi, 1996 ( Nursalam, 2001, hal 51), dalam pengaturan prioritas, perencanaan ada dua hirarki yang bisa digunakan:
a.       Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi dalam lima tahap: fisiologi, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualitas diri. Dia mengatakan  bahwa klien memerlukan suatu tahapan kebutuhan. Jika klien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi klien dari pada kebutuhan lain
 ( Nursalam, 2001, hal 52).
Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang menunjukkan bagaimana seseorang bergerak dari pemenuhan kebutuhan dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir adalah fungsi dan kesehatan manusia yang terintergrasi.


Pyramid Diagram
Keterangan:
a). Kebutuhan fisiologis O2, Co2, Elektrolik, makanan, sex .
b). Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit, pencuri dan perlindungan hokum.
c). Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima kelompok.
d). Harga diri: dihargai dan menghargai (Respek dan toleransi).
e). Aktualisasi diri: ingin diakui, berhasil dan menonjol
     ( Smeltzer and Bare, 2002, hal 14) 

b.      Hirarki “ kalish”
Kalish 1983, lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan untuk “bertahan dan stimulasi”. Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan  menghindari nyeri, jika terjadi kekurangan kebutuhan tersebut, klien cenderung menggunakan prasarana untuk memuaskan kebutuhan tertentu, hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya, misalnya keamanan dan harga diri. Di kutif dari Iyer, el al, 1996 (Nursalam, 2001, hal 53)
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan apendiks maka rencana keperawatan yang dapat dirumuskan adalah:
1)      Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah.
2)      Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah.
3)      Gangguan keseimbangan cairan/elektrolit berhubungan dengan mual, muntah, diare.
4)      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
3. Rencana keperawatan

NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN / KRITERIA EVALUASI
INTERVENSI
RASIONAL

1
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan insisi bedah.


Tujuan :
Nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
Klien melaporkan nyeri berkurang, kenyamanan klien terpenuhi, ekspresi wajah rileks.

a.           Kaji nyeri : lokasi karakteristik, berat (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
b.          Dorong melakukan ambulasi


c.           Alihkan fokus nyeri




d.          Kaji analgesik yang klien pakai

e.           Berikan analgesik sesuai indikasi
a.       Monitor keefektifan obat kemajuan/ kemunduran terapi, menentukan tindakan lanjutan. (Doenges, 1999 hal 511)
b.      Meningkatkan normalisasi fungsi organ, mengurangi ketidaknyamanan abdomen. (Doenges, 1999 hal 511)
c.       Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan koping. (Doenges 1999 hal 511)
d.      Mempermudah intervensi penanganan nyeri. (Ackley 2002 hal 563)
e.       Mengontrol nyeri, mempermudah pelaksanaan intervensi lain misalnya ambulasi. (Doenges 1999 hal 512)


2
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah


Tujuan :
Mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
Klien tidak mengalami infeksi selama di opnama.

a.           Awasi tanda-tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, status mental, nyeri abdomen.
b.          Lakukan pencucian tangan yang baik, perawatan luka.
c.           Lihat insisi dan balutan, karakteristik luka/drain dan adanya edema.
d.          Berikan antibiotik sesuai indikasi.


a.       Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis. (Doenges 1999 hal 509)

b.      Mengurangi resiko penyebaran bakteri (Doenges 1999 hal 510)
c.       Indikator proses infeksi, monitor penyembuhan luka (Doenges 1999 hal 510)
d.      Menurunkan penyebaran dan pertumbuhan organisme (Doenges 1999 hal 512)

3
Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.


Tujuan :
Kebutuhan mempertahankan kesimbangan cairan.
Kriteria hasil :
klien tidak mengalami tanda-tanda dehidrasi yang lebih parah selama diopnama..









a.           Awasi tekanan darah dan nadi.


b.          Lihat membran mukosa, catat warna urine, konsentrasi.

c.           Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.

d.          Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, lanjutkan sesuai toleransi.

a.       Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi, volume intravaskuler. (Doenges 1999 hal 510).
b.      Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler. (Doenges 1999 hal 510).
c.       Indikator kembalinya peristaltik kesiapan untuk pemasukan peroral (Doenges 1999 hal 510).
d.      Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan (Doenges 1999 hal 510).

4
Kurang pengetahuan tentang indikasi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi, tidak mengenal sumber informasi.


Tujuan :
Kebutuhan pembelajaran klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
Klien/keluarga dapat mengetahui kondisi prognosis, kebutuhan pengobatan. Klien dapat bekerjasama selama di opnama.
a.       Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, misalnya angkat berat, menyetir.
b.       Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik.
c.       Diskusikan perawatan insisi.
d.      Ajarkan klien dan keluarga teknik perawatan luka
a.         Informasi pada klien untuk rencana kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah baru (Doenges 1999 hal 512)
b.        Mencegah kelemahan, mempercepat penyembuhan, kembali kriteria evaluasi aktifitas normal (Doenges 1999 hal 511)
c.         Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, mempercepat penyembuhan dan proses perbaikan (Doenges 1999 hal 512)
d.        Mencegah infeksi agar penyembuhan tidak terhambat (Carpenito 1995 hal 464)






4.      Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan perwujudan dari intervensi yang telah dibuat perawat memiliki tanggung jawab untuk melakukan tindakan keperawatan secara mandiri maupun kolaboratif dengan melibatkan klien dan keluarga serta tim kesehatan lainnya.
5.      Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dimana fokusnya adalah untuk menentukan respon klien terhadap intervensi yang diberikan, baik respon subjektif maupun objektif, menentukan tujuan-tujuan yang sudah/belum tercapai serta menentukan tindakan selanjutnya.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar