Tinjauan teori
ASKEP VISIKOLITIASIS
A. Konsep
Dasar Medis
Konsep dasar dibuat
untuk memudahkan pemahaman kita dalam melakukan Asuhan Keperawatan terutama
dalam mengkaji dan pemberian intervensi keperawatan. Adapun konsep dasar ini
terdiri dari definisi, anatomi, fisiologi, patofisiologi dan skema, manifestasi
klinik, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan perencanaan pulang.
1. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
1) Anatomi Ginjal (Renal)
Ginjal suatu kelenjar yang terletak
dibagian belakang dari kavum abdomeinalis dibelakang peritonium pada kedua sisi
vertebral lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen.
Bentuknya seperti biji kacang, jumlahnya ada dua kiri dan kanan, ginjal kiri
lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang
dari ginjal wanita (Syaifuddin, 1999).
2)
Anatomi Ureter
Ureter terdiri
dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika
urinaria) panjangnya 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
a).
Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b). Lapisa tengah lapisan otot polos.
c). Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5x/menit sekali yang akan
mendorong air kemih masuk kedalam kandung kemih. Gerakan peristaltik urin masuk
ke dalam kandung kemih.
3)
Anatomi Vesika urinaria (kandung kemih)
Kandung kemih adalah satu kantong
berotot yang dapat mengempes, terletak dibelakang simfisis pubis dan kandung
kemih mempunyai tiga muara, dua muara ureter serta satu muara uretra. Kandung
kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak dibelakang
simfisis pubis didalam rongga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut
dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikus
medius (Sylvia A. Prince Lorrance W, 1995).
Bagian vesika urinaria terdiri dari:
a).
Fundus yaitu bagian yang menghadap kearah belakang dan
bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectovesikale yang terisi
oleh jaringan ikat duktus deferent vesika seminalis dan prostat.
b).
Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c).
Verteks bagian yang runcing kearah muka dan berhubungan
dengan ligamentum vesika umilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan:
a).
Peritonium (Lapisan Luar)
b).
Tunika Muskularis (lapisan otot)
c).
Tunika Submukosa dan
d).
Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)
4)
Proses miksi atau rangsangan berkemih
Distensi kandung kemih oleh air kemih akan
merangsang stresreseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah
250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan
terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi
relaksasi spinter internus segera diikuti oleh relaksasi spinter eksternus,
akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang menyebabkan
kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interhus dihantarkan melalui
serabut-serabut saraf para simpatis. Kontraksi spinter eksternus secara
volunter ini hanya mungkin bila saraf-saraf yang menangani kandung kemih uretra
medula spinalis dan otak masih utuh. Bila ada kerusakan pada saraf-saraf
tersebut maka terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus menerus tanpa
disadari) dan retensi urin (kencing tertahan). Persyaratan dan peredaran darah
vesika urinarius. Persyaratan diatur torako lumbar berfungsi untuk relaksasi
lapisan otot dan kontaksi spinter internal peritonium melapisi kandung kemih.
Peritonuim dapat digerakkan membuat lapisan dan menjadi lurus apabila kandung
kemih berisi penuh.
5)
Pembuluh Darah
Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbikalis
bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh Limfa
berjalan menuju duktus limfatikus sepanjang arteri umbilikalis (Syaifuddin,
1996).
b.
Fisiologi
Kandung
kemih juga sering disebut buli-buli. Adapun fungsi dari kandung kemih adalah:
1)
Muara tempat akhir zat-zat sisa dari makanan yang kita
makan yang tidak diperlukan tubuh atau tidak diroabsorsi tubuh.
2)
Tempat penampungan atau menyimpan air kemih yang akan
dikeluarkan melalui uretra (Syaifuddin, 1996).
Ginjal juga merupakan salah satu salah satu organ tubuh yang sangat
penting berfungsi sebagai:
1)
Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat
toksis atau racun.
2)
Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
3)
Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat
lain dalam tubuh.
4)
Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh.
5)
Mengeluarkan sisa-sisa metabilosme hasil akhir dari protein
ureum, kreatinin, amoniak (Syaifuddin, 1996).
2. Definisi
a.
Visikolitiasis
adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika urinaria atau kandung
kemih oleh batu, penyakit ini juga disebut batu kandung kemih (Smeltzer dan
Bare, 2000).
b.
Vesikolitiasis
adalah batu yang terjebak divesika urinaria yang menyebabkan gelombang nyeri
yang luar biasa sakitnya biasa sakitnya yang menyebar kepaha, abdomen dan
daerah genitalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien
mencakup penggunaan antasid diamox, vitamin D, Laksatif dan aspirin dosis
tinggi yang berlebihan.
batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau
magnesium dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya
(Suddarths dan Brunner, 2001)
c.
Vesikolitektomi adalah mengangkat batu vesika urinaria
(Tjokro, N.A, et al, 2001).
d.
Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal
didalam saluran kemih yang mengandung komponen kristal dan matriks organik
tepatnya pada vesika urinaria atau kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian
besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat. (Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D dan dr. Hendra
Utama, SPFK, 2001).
e.
Batu ginjal didalam saluran kemih (kalkulus Uriner)
adalah massa
keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan/ penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini
bisa terbentuk didalam kandung kemih (batu kandung kemih). proses pembentukan
batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis) (hhtp://id.wikipedia.org).
3.
Etiologi
a. Faktor Endigen
Faktor genetik, familial pada
hypersitinuria, hyperkalsiuria dan hyperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan,
makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.
c. Faktor Lainnya
Infeksi, stasis dan obstruksi
urine, keturuna, air minum, pekerjaan, makanan atau penduduk yang vegetarian
lebih sering menderita batu saluran kencing atau buli-buli (Syaifiddin, 1996).
d. Teori Inti (nukleus): kristal dan benda
asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine yang sudah mengalami
superaturasi.
e. Teori Matriks: matrisk organik yang
berasal dari serum atau protein-protein urin memberikan kemungkinan pengendapan
kristal
f. Teori Inhibitor kristalisasi: beberapa
substansi dalam urin menghambat terjadinya kristalisasi, konsentrasi yang
rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya kristalisasi (Arief
Mansjoer, 1996).
Terbentuknya batu
ini bisa terjadi karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk
batu atau karena air kemih kekurangan penghambat pembentukan batu yang normal.
Sekitar 80 % batu terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan,
termasuk asam urat, sistin dan mineral stuvit. Batu struvit (campuran dari
magnesium, amonium daan fosfat) juga disebut ” Batu Infeksi” karena batu ini
hanya terbentuk didalam air kemih yang terinfeksi.
Ukuran batu bervariasi, mulia dari tidak
dapat dilihat dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 cm atau lebih. Batu
yang besar disebut ”Kalkulis Staghorn”. Batu ini bisa mengisi hampir
keseluruhan peluis renalis dan kalises renallis. Pembentukan batu tergantung
kepada komposisi batu yang ditemukan pada penderita. Batu tersebut dianalisa
dan dilakukan pengukuran kadar bahan yang bisa menyebabkan terjadinya batu di
dalam air kemih, antara lain Batu kalsium sebagian besar penderita batu kalsium
mengalami hiperkalsiuria (kadar kalsium didalam air kemih tinggi). Batu asam
urat yaitu terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu untuk
menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalsium
sitrat (http://id.wikipedia.org).
4.
Patofisiologi
Penyebab spesifik
dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu kalisium oksalat dengan inhibotor
sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor (reaktan) dapat memicu pembentukan
batu kemih seperti asam sitrat memacu batu kalsium oksalat. Aksi reaktan dan
intibitor belum dikenali sepenuhnya dan terjadi peningkatan kalsium oksalat,
kalsium fosfat dan asam urat meningkat akan terjadinya batu disaluran kemih.
Adapun faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih, mencakup
infeksi saluran ureter atau vesika urinaria, stasis urine, periode imobilitas
dan perubahan metabolisme kalsium.
Sebagian besar
batu saluran kencing adalah idiopatik dan dapat bersifat simtomatik ataupun
asimtimatik. Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi
organik sebagai inti yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi
pembentukan batu. Terjadinya supersaturasi atau kejenuhan substansi pembentuk
batu dalam urine seperti asam urat, kalsium oksalat, sistin akan mempermudah
terbentuknya batu Perubahan pola urine yang bersifat asam akan mengendapkan
sistin, santin asam dan garam urat, sedangkan pada urine yang bersifat alkali
akan mengendapkan garam-garam fosfat (Prof. Dr. Arjatmo Tjokonegoro, Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II).
Faktor-faktor
resiko mencakup usia dan jenis kelamin, kelainan marfologi makanan yang dapat
meningkatkan kalsium dan asam urat, dan adanya kelainan pada ginjal dan saluran
(Brunner dan Suddarth, 2001).
Patoflowdiagram
Usia, jenis kelamin, konsumsi, nutrisi,
Genetik, kelainan
metabolik
Peningkatan elemen
tertentu dalam larutan
Endapan kristal elemen
kristal tertentu
diginjal
(Nefrolitiasis)
Endapan kristal dielemen tertentu di kolik ginjal atau pembentukan
batu kolik ginjal
Endapan kristal turun
ke peluis ginjal atau pembentukan batu peluis ginjal
Endapan kristal turun ke ureter atau pembentukan batu kandung kemih
(Vesikolitiasis)
5.
Manifestasi Klinis
Ketika batu menghambat dari saluran urin, terjadi abstruksi
meningkatkan tekanan hidrostaltik. Bila nyeri mendadak terjadi akut disertai
nyeri tokan di seluruh osteovertebral dan muncul mual-muntah maka klien sedang
mengalami episode kolik renal. Diare dan demam dan perasaan tidak nyaman
diabdominal dapar terjadi. Gejala Gastrointestinal ini akibat refleks dan
proxsimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar. Batu yang
terjebak di kandung kemih menyebabkan
gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik menyebar ke abdomen dan genitalia.
Klien sering ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasi batu. Gejala ini disebakan kolik ureter,
umumnya klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 – 1 cm, biasanya
harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran
urin membaik dan lancar (Brunner and Suddarth, 2001)
6.
Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien
dengan batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah:
a.
Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap
b.
Foto KUB
Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukkan
adanya batu.
c.
Endeskopi ginjal
Menentukan peluis ginjal, mengeluarkan batu kecil.
d.
Elektrokardiogram
Menunjukkan ketidakseimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.
e.
Foto Rontgen
Menunjukkan adanya di dalam kandung kemih yang abdormal
f.
IUP (Intra Venous Pylogram)
Menunjukkan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat
obstruksi kandung kemih divertikuliti kandung kemih dan penebalan abnormal otot
kandung kemih.
g.
Vesikolitektomi (sektio alta)
Mengangkat batu vesika urinaria atau kandung kemih.
h.
Litotripsi bergelombang kejut ekstra koporeal.
Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.
i.
Pielogram Retrograd
Menunjukkan obnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.
Diagnosa ditegakkan dengan studi ginjal, ureter, kandung
kemih, uragrafi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan
urien dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium dan
volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta
adanya riwayat batu ginjal, ureter dan kandung kemih dalam keluarga didapatkan
untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih
pada klien (Tjokro, N.A, et al, 2001).
7.
Penatalaksanaan Medis
Menurut Brunner and Suddarth (2001) tujuan dasar
penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu,
mencegah kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi, serta mengurangi pbstruksi
akibat batu. Cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih
adalah:
a.
Pengangkatan batu
Pemeriksaan sistoskopik dan pemasangan keteter uretra kecil untuk
menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi.
b.
Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Prosedur non
invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu ginjal.
c.
Ureteroskopi
Memasukkan suatu alat ureteroskopi melalui sistoskop,
batu dihancurkan dengan menggunakan laser, atau ultrasound lalu diangkat.
d.
Netolitonomi atau nefrektomi
Insisi pada ginjal
untuk mengangkat batu.
9. Pencegahan
Pencegahan
pembentukan batu tergantung kepada komposisi batu yang ditemukan pada
penderita. Batu tersebut dianalisa dan dilakukan pengukuran kadar bahan yang
bisa menyebabkan terjadainya batu dalam air kemih, pencegahan jenis batu
dibawah ini adalah:
a. Batu kalsium, kurangi kandungan kalsium
dan fosfor dalam diet, obat diuretik thiazid (misalnya Trichlormetazid) akan
mengurangi pembentukan batu yang baru. Dianjurkan banyak minum air putih (8-10
gelas/ hari). Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfot
untuk meningkatkan kadar sitrat (Zat penghambat pembentukan batu kalsium). Di
dalam air kemih diberikan kalium sitrat. Kadar oksalat yang tinggi dalam air
kemih yang menyokong terbentuknya batu kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi
makanan yang kaya oksalat.
b. Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat
diresapkan untuk klien yang memiliki batu fosfat jeli aluminum hidroksida dapat
diresapkan karena agens ini bercampur dengan fosfor dan mengeksresikan melalui
saluran intestinal bukan ke sistem urinarius.
c. Batu urat untuk mengatasi batu urat, klien
harus diet rendah purin untuk mengurangi eksresi asam urat dalam urin, untuk
pembentukan asam urat. Makanan tinggi purine (kerang, ikan, hering, asparagus,
jamur dan jeroan) harus dihindari. Allopurinol (Zyloprim) dapat mengurangi
kadar asam urat serum dalam akskresi asam urat ke dalam urine.
d. Batu Oksalat
Hindari makanan mencakup
sayuran hijau berdaun banyak: kacang, seledri, gula bit, beri hitam, kelembek,
coklat, teh, kopi, kacang tanah (http://id,wikipedia,org).
10. Komplikasi
Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini adalah:
a.
Hidronefrosis
Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan
ginjal sehingga ginjal menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini
terjadi karena tekanan dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat
kandung kemih tidak mampu lagi menampung
urine. Sementara urine terus menerus bertambah dan tidak bisa dikeluarkan. Bila
hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba benjolan besar di
daerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal.
b.
Urimia
Adalah peningkatan ureum di dalam darah akibat
ketidakmampuan ginjal menyaring hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual-muntah, sakit
kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.
c.
Pyelonefritis
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang
naik secara assenden ke ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka
akan timbul panas yang tinggi disertai menggigil, sakit pinggang, disuria,
poliuria dan nyeri ketok kosta vertebra.
d.
Gagal ginjal akut sampai kronis
e.
Obstruksi pada kandung kemih
f.
Ferforasi pada kandung kemih
g.
Hematuria atau kencing darah
h.
Nyeri pinggang kronis
i.
Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh
batu (Soeparman, et. al, 1960).
B. Konsep Dasar Keperawatan
Asuhan
keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari lima tahap, yaitu:
pengkajian, perumusan, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
(Nursalam, 2001, dikutip dari iyer, 1996).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan
data, identifikasi, dan evaluasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2001).
Dalam tahap
ini dilakukan pengumpulan data dengan cara anamnesa yang diperoleh dari
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, data penunjang dan status kesehatan
klien. Data yang dikumpulkan terdiri atas data dasar dan data (Nursalam dukutip
dari Taylor et.al, 1996)
Setelah pengumpulan data, langkah berikutnya dalam pengkajian adalah
mengelompokkan data yang terdiri dari data biologis, data psikologis, sosial
dan spiritual. (Nursalam dikutip dari PPNI, 1994). Dasar data pengkajian kien
dengan vesikolitiasis (Doenges, 2000) meliputi:
a. Aktifitas/ istirahat
Gejala : Keterbatasan
aktifitas/ mobilisasi.
b. Sirkulasi
Tanda : Tekanan
darah dalam batas normal, kulit hangat dan kemerahan.
c. Eliminasi
Gejala : Obstruksi sebelumnya, penurunan haluaran urine,
kandung kemih penuh.
d. Makanan dan cairan
Gejala : Diet
tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat ketidakcukupan pemasukan cairan.
e. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri akut saat eliminasi menyebar di vesika urinaria.
Tanda : Nyeri tokan pada arrea ginjal saat
palpasi.
f. Keamanan
Gejala : Penggunaan alkohol, demam, menggigil.
g. Penyuluhan
Gejala : Riwayat
kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, riwayat penyakit halus,
hiperparatiroidisme, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan
pendidikan dan pengalaman dia mampu dan mempunyai kewenangan memberikan
tindakan keperawatan (Nursalam, 2001 dikutip dari Carpenito 2000).
Adapun
tujuan dari diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi masalah dimana
ada respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit yang dihubungkan
dengan penyebab suatu masalah (etiologi) dan kemampuan klien untuk mencegah dan
menyelesaikan masalah kesehatan (Nursalam, 2001).
Berdasarkan
semua data pengkajian, diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan Post
Vesikolitektomi Atas Indikasi Vesikolitiasis
menurut Doenges 2000 adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan insisi
bedah.
b. Kerusakan eliminasi urine berhubungan
dengan prosedur bedah.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan fisik.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan insisi bedah.
e. Kurang pengetahuan tentang proses
keperawatan, pengobatan berhubungan dengan kurang informasi
f. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan insisi bedah
3. Perencanaan
Setelah
merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan
perencanaan keperawatan, dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu
“sistem” untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Salah
satu sistem yang bisa digunakan adalah hirarki “kebutuhan manusia” (Nursalam
2001 hal.52) dikutip dari Iyer et.al 1996.
a. Hirarki
"Maslow".
Aktualisasi
Diri
Harga diri
Mencintai dan dicintai
Rasa aman dan nyaman
Kebutuhan fisiologis, O2, CO2, elektrolit, makanan,
seks
Gambar Hirarki
Maslow Tentang Kebutuhan Dasar Manusia
Keterangan :
1)
Kebutuhan fisiologis ( Physiological Need ) O2,
CO2, Elektrolit, makanan dan seks.
Contoh: Udara
segar, air, cairan, elektrolit, makanan.
2)
Kebutuhan rasa aman : ( Safety Need)
Contoh: Terhindar
dari penyakit, pencurian dan perlindungan hukum.
3)
Kebutuhan mencintai dan dicintai (Love Need )
Contoh: Mendambakan
kasih sayang, ingin mencintai dan dicintai, diterima oleh kelompok.
4)
Kebutuhan harga diri (Esteem Need)
Contoh: Dihargai dan menghargai respek dari orang
lain, toleransi dalam hidup berdampingan.
5)
Kebutuhan aktualisasi diri (Self Actualitation Need)
Contoh: Ingin
diakui, berhasil dan menonjol dari orang lain.
b. Hirarki “Kalish”
Kalish
(1983) lebih jauh menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan
fisiologis menjadi kebutuhan untuk “bertahan dan stimulasi.” Kalish
mengidentifikasikan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara, air,
temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri. Jika terjadi kekurangan
kebutuhan tersebut klien cenderung mengunakan semua prasarana untuk memuaskan
kebutuhan tertentu. Hanya saja mereka akan mempertimbangkan kebutuhan yang
paling tinggi prioritasnya, misalnya keamanan atau harga diri. (Nursalam, 2001,
hal. 53) dikutip dari Iyer et. al (1996).
Tahapan
dalam perencanaan ini meliputi: menentukan prioritas, menentukan kriteria
hasil, menentukan rencana tindakan dan pendokumentasian (Nursalam, 2001).
Selain itu penulis juga menggunakan skala urgen (1-10) dan non urgen
disesuaikan dengan kebutuhan klien.
1) Menentukan kriteria hasil berdasarkan
“SMART”:
S : Spesifik (Tujuan harus spesifik dan tidak
menimbulkn rti ganda)
M:
Meansurabale (Tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang prilaku
klien: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan bau.
A:
Achievable (Tujuan harus dapat dicapai).
R: Reasonable (Tujuan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah).
T: Time
(Tujuan keperawatan).
2) Menentukan rencanan keperawatan
Adapun desain spesifik intervensi
untuk membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilakukan
berdasarkan komponen penyebab dari diagnosa keperawatan
Menurut Bulecheck dan Mc Closkey
(1989), intervensi keperawatan adalah tindakan langsung kepada klien yang
dilaksanakan oleh perawat.
3) Dokumentasi
Adapun suatu
proses informasi penerimaan, pengiriman dan evaluasi pusat rencana yang
dilaksanakan oleh seseorang perawat profesional (Ryan, 1973). Informasi yang
didapat selama tahap pengkajian dan diagnosa keperawatan (Nursalam, 2000).
Rencana
Keperawatan.
a.
Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah.
Tujuan : Nyeri
berkurang sampai hilang
Kriteria hasil:
1). Klien
melaporkan nyeri hilang, skala nyeri 0 (skala nteri 0-10)
2). Ekspresi
wajah klien rileks
3). Klien
tenang dan dapat beristirahat.
Intervensi
1). Kaji status nyeri (lokasi), durasi dan intensitas.
Rasional: Membantu
mengevaluasi tempat obstruksi dan gerakan kalkulus.
2).
Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan perubahan kejadian
Rasional: Memberikan kesempatan untuk pemberian
analgesik sesuai waktu.
3). Berikan tehnik relaksasi dan lingkungan
istirahat.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, meningkatkan koping.
4). Kolaborasi
Berikan
obat sesuai indikasi
Rasional:
Untuk menurunkan kolik uretral dan meningkatkan relaksasi otot
b. Kerusakan eliminasi urine berhubungan
dengan prosedur bedah.
Tujuan : Eliminasi urine kembali
lancar
Kriteria hasil :
1). Berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi
2).
Menunjukkan prilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih/ urinaria
Intervensi :
1). Kaji
keluaran urine, selidiki penurunan/ penghentian aliran urine tiba-tiba.
Rasional: Retensi dapat terjadi
karena edema area bedah bekuan darah dan spasme kandung kemih (Doenges, 2000).
2). Dorong
pemasukan cairan sesuai toleransi
Rasional: Mempertahankan hoidrasi
adekuat dan perfusi ginjal untuk aliran urine (Doenges, 2000).
3). Ajurkan klien, bahwa eliminasi urine dengan
drainase urin tiddak dilepas dan keteter dilepas dan harus teratasi sesuai
kemajuan.
Rasional: Informasi membantu
klien untuk menerima masalah (Doenges, 2000)
4). Kolaborasi:
Pertahankan drainase urine
sesuai indikasi
Rasional: Untuk mempertahankan potensi/ aliran urine
(Doenges, 2000).
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik.
Tujuan : Dapat mencapai kemandirian dalam memenuhi kebutuhan ADL.
Kriteria
hasil:
1). Klien dapat melakukan ADL secara mandiri.
2). Klien tampak rileks.
3). Mengutarakan keinginan dan berpartisipasi dalam aktivitas
Intervensi:
1). Kaji kemampuan
klien akan ADL, catat adanya laporan kelelahan, dan kesulitan melakukan
aktifitas.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi dan tujuan
(Doenges, 2000).
2).
Jelaskan penyebab kelelahan
Rasional: Sebagai dasar
pengetahuan untuk menentukan intervensi berikutnya (Doenges, 2000).
3). Berikan kesempatan pada klien
untuk ikut berpartisipasi secara adekuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari,
sebagian dan seluruhnya (Doenges, 2000).
4). Anjurkan untuk mengubah posisi
secara sering bila tirah baring.
Rasional: Menurunkan
ketidaknyamanan, mempertahankan kekuatan otot/mobilisasi sendi, meningkatkan
sirkulasi dan mencegah kerusakan kulit (Doenges, 2000).
5). Libatkan keluarga dalam membatu klien
beraktivitas.
Rasional : Memberikan
pengalaman pada keluarga dan mendorong keluarga untuk bersama-sama dalam
melakukan atau membantu klien beraktivitas (Doenges, 2000)
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan insisi pembedahan.
Tujuan : Meningkatkan
penyembuhan luka tepat pada waktunya dan bebas tanda infeksi.
Kriteria evaluasi : Luka bersih tidak ada
tanda-tanda infeksi
1).
Observasi luka, cata karakteristik drainase.
Rasional: Perdarahan pasca operasi paling sering
terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja.
Tergantung pada tipe penutupan luka (Doenges, 2000).
2).
Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan tehnik steril.
Rasional: Sejumlah besar cairan pada balutan luka
operasi menuntut pergantian dengan sering menurunkan iritasi kullt dan
potensial infeksi (Doenges, 2000).
3).
Bersihkan luka sesuai indikasi, gunakan cairan Isotonic Normal Saline 0,9 %
atau larutan antibiotik.
Rasional: Diberikan untuk mengobati inflamasi atau
infeksi post operasi atau kontaminasi inter personal (Doenges, 2000).
e. Kurang
pengetahuan tentang proses penyakit, perawatan dn pengobatan berhubungan dengan
kurang informasi.
Tujuan
: Klien dan keluarga mengerti
tentang penyakit.
Kriteria hasil:
1). Klien dan keluarga mengutarakan pemahaman
proses penyakit.
2). Klien
dan keluarga memulai perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam regimen
perawatan.
Intervensi:
1). Kaji
tingkat pengetahuan klien.
Rasional : Memberikan
pengetahuan dasar dimana klien dan keluarga mengerti tentang membuat pilihan
berdasarkan informasi (Doenges, 2000).
2). Berikan
pendidikan kesehatan mengenai.
a). Pengertian
b). Penyebab
c). Tanda dan gejala
d). Pencegahan
e). Penatalaksanaan
Rasiona : Untuk
menambah pengetahuan klien dan dapat meningkatkan kerja sama dalam program
terapi (Doenges, 2000).
3). Identifikasi
tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medikal.
Rasional : Pengenalan
awal dan pengobatan perkembangan komplikasi (Doenges, 2000)
4). Identifikasi
sumber-sumber yang tersedia misalnya pelayanan perawatan di rumah.
Rasional : Meningkatkan dukungan untuk klien selama
peroide penyembuhan.
f. Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan trauma jaringan insisi pembedahan.
Tujuan : Meningkatkan
waktu penyembuhan dengan tepat, bebas dari infeksi serta tidak ada tanda demam.
Kriteria
evaluasi: Pertahankan lingkuangan asoptik
Intervensi:
1).
Perhatikan kemerahan disekitar luka operasi
Rasional : Kemerahan
paling umum disebabkan masuknya infeksi ke dalam tubuh di area insisi pembedahan
(Doenges, 2000).
2). Ganti balutan sesuai indikasi
Rasional : Balutan
basah media untuk pertumbuhan bakterial (Doenges, 2000).
3). Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan
suhu menunjukkan komplikasi insisi pembedahan (Doenges, 2000).
4). Kolaborasi:
Laporkan
tanda-tanda adanya infeksi seperti kemerahan, bengkak atau adanya cairan
(Doenges, 2000).
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan
adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam,
2001).
Tahapan
ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu
pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada
rencana tindakan sesuai skala sangat urgent dan tidak urgent (non urgent).
Dalam
pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui, yaitu persiapan,
perencanaan, dan pendokumentasian (Nursalam, 2001 dikutip dari Griffit 1968).
a. Fase persiapan, meliputi :
1. Review antisipasi tindakan keperawatan
2. Menganalisa
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
3. Mengetahui
komplikasi yang mungkin timbul
4. Persiapan
alat
5. Persiapan lingkungan yang kondusif
6. Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.
b. Fase intervensi, meliputi :
1. Independen: tindakan yang dilakukan oleh
perawat tanpa petunjuk atau perintah
dokter serta tim kesehatan lainnya.
2. Interdependent: tindakan perawat yang
memerlukan kerja sama dengan tim kesehatana lainnya (gizi, dokter,
laboratorium, dan lain-lain).
3. Dependent: berhubungan dengan tindakan
medis atau menandakan dimana tindakan medis dilakukan.
c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap
dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan.Dalam pelaksanaan tindakan
asuhan keperawatan pada klien dengan gastritis perawat dapat berperan sebagai
pelaksana keperawatan, memberi suport, pendidik, advokasi, dan pencatatan/penghimpunan
data.
5. Evaluasi
Adalah
salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status
kesehatan klien (Nusalam, 2001 dikutip dari Griffit dan Cristensen, 1986).
Sedangkan Ignativicius dan Bayne 1994 yang dikutip oleh Nursalam mengatakan
evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi
terdiri atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi
formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek, atau evaluasi
berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan
dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut
evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan
pada akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode
dalm memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi
ini lazimnya menggunakan format “SOAP” (Nursalam, 2001).
Tujuan
evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan,
nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan
standar yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari evaluasi yang diharapkan
dalam pemberian tindakan keperawatan dalam proses keperawatan pada klien dengan
post vesikolitektomi adalah: nyeri akut
insisi bedah teratasi,kerusakan eliminasi urine teratasi,intoleransi aktivitas
teratasi,kerusakan integrasi jaringan kembali sembuh,kurang pengetahuan teratasi,resiko infeksi tidak terjadi.Hal ini
sesuai dengan standar tujuan yang telah ditentukan pada tahap perencanaan
tindakan.
6.
Perencanaan pulang
a. Diet tinggi kalori dan protein yakni
telur,daging,susu dan lain –lain untuk
proses penyembuhan.
b. Diet
minum banyak air putih 3000 cc perhari dan hindari minum kopi,alkohol dan yang
bersoda serta makanlah makanan yang banyak mengandung serat
c. Hindari makanan yang banyak mengandung
kalsium oksalat seperti: susu, keju, jeroan, ikan teri, kentang, ubi, bayam,
kacang-kacangan, kangkung, teh dan coklat karena dapat mencegah terbentuknya
kembali batu ginjal.
d. Memberikan penjelasan mengenai pengertian,
penyebab, tanda dan gejala pencegahan komplikasi dan panatalaksanaan penyakit.
e. Rencana kontrol ulang untuk mengenai
perkembangan pemulihan penyakit saat dirumah (Smeltzer and Bare, 2001)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar