Cari Blog Ini

Kamis, 13 Oktober 2011

DISLOKASI ULNA

TINJAUAN TEORI
DISLOKASI  ULNA

            Dalam bab ini terdiri dari konsep dasar medis dan konsep dasar keperawatan yang berhubungan dengan dislokasi ulna proximal distal.

A.    Konsep Dasar Medis
1.      Anatomi fisiologi
Sendi siku dibentuk oleh tiga potong tulang yaitu tulang humerus, ulna dan radius yang saling berhubungan dalam satu rongga sendi yang bersama-sama. Pada dasarnya di dalam sendi siku terdapat dua gerakan yakni fleksi/ekstensi dan rotasi berupa pronasi dan supinasi. Gerakan fleksi dan ekstensi terjadi antara tulang humerus dan lengan bawah (radius dan ulna), pronasi dan supinasi terjadi karena radius berputar pada tulang ulna, sementara itu radius juga berputar pada boros bujurnya sendiri.
Sendi radioulnar proksimal dibentuk oleh kepala radius dan incisura radialis ulna dan merupakan bagian dari sendi siku. Sendi radioulnar distal terletak dekat pergelangan tangan.
Sendi siku sangat stabil yang diperkuat oleh simpai sendi yaitu ligamentcollateral medial dan lateral. Ligamentum annulare radii menstabilkan terutama kepala radius. Otot-otot yang berfungsi pada gerakan sendi siku ialah brachioradialis, biceps brachii, otot triceps brachii, pronator teres dan supinator. Selain otot di atas, dari siku juga berasal sejumlah otot yang berfungsi untuk pergelangan tangan seperti otot ekstensor carpi radialis longus yang berfungsi sebagai penggerak utama ekstensi sendi pergelangan tangan dipersarafi oleh saraf radialis akar saraf servikal 6 - 7, otot ekstensor carpi radialis brevis, berfungsi sebagai penggerak utama ekstensi dan abduksi sendi pergelangan tangan dipersarafi oleh saraf radialis akar saraf servikal 6 - servikal 7
  (http://googleilmukeperawatan.com).
Derajatulna tiltatauulna deviationdari permukaan sendi ujung distal radius pada posisi anterior posterior.
Normal, permukaan sendi ini letaknya miring menghadap ke ulnar. Derajat miringnya diukur dari besarnya sudut antara garis horizontal yang tegak lurus pada sumbu radius dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 15 – 30 derajat, rata-rata 23 derajat.
Derajat “volar tilt” (volar deviation) dari permukaan sendi radius pada posisi lateral.
  Normal : permukaan sendi ini miring menghadap kebawah dan kedepan. Besarnya diukur dengan sudut antara garis horizontal tegak lurus sumbu radius dan garis yang sesuai dengan permukaan sendi. Normal : 1 – 23 derajat, rata-rata 11 derajat.








                                                                
 Alat-alat gerak yang meliputi ini ialah :
1.      Posterior : 
Berbentuk cembung dan terdapat sekumpulan tendon/otot extensor yang mempunyai fungsi ekstensi.
2.      Anterior :
Berbentuk cekung dan terdapat sekumpulan tendon/otot fleksor yang mempunyai fungsi fleksi lengan bawah dan tangan. Dan pada bagian dalam ada: m. pronator quadratus yang berjalan menyilang dan berfungsi terutama untuk pronasi.
3.      Lateral :
Tampak m. supinator longus yang mempunyai insersi pada procesus. styloideus radii yang mempunyai fungsi utama sebagai supinasi.









  (http://googleilmukeperawatan.com).

2.      Definisi
Dislokasi adalah keluarnya atau bercerainya kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera (Arif Mansyur dkk 2000).
Dislokasi ulna adalah rawan tulang yang satu dengan rawan tulang yang lain pada suatu persendian tidak menyinggung satu dengan yang lainnya (Price & Wilson, 1995).
Dislokasi ulna proximal distal adalah keluarnya kepala sendi ulna yang terdekat dengan titik pedoman atau titik perlekatan asalnya serta keluarnya kepala sendi ulna yang terjauh dari titik pedoman yang keluar dari mangkuknya (Mansjoer et al, 2001).
Klasifikasi dislokasi:
1)      Dislokasi kongenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

2)      Dislokasi patologik
Akibatpenyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi, misalnya tumor, infeksi atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3)      Dislokasi traumatik
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak, dan mengenai stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). 


3.      Etiologi
a.       Kecelakaan lalu lintas
b.      Trauma timpul
c.       Gerakan secara tiba-tiba dan berlebihan
(Price & Wilson, 1995)
.
4.      Patofisiologi
            Trauma yang menyebabkan fraktur di daerah pergelangan tangan biasanya merupakan trauma langsung, yaitu jatuh pada permukaan tangan sebelah volar atau dorsal. Jatuh pada tangan pada volar menyebabkan dislokasi fregmen fraktur sebelah distal kearah dorsal. Dislokasi ini menyebabkan bentuk lengan bawah dan tangan bila dilihat dari samping menyerupai garpu, seperti yang terjadi pada fraktur colles. Sebaliknya jatuh pada permukaan tangan sebelah dorsal menyebabkan dislokasi fregmen distal kearah volar seperti yang terjadi pada fraktur simith.
Pada keduanya masih terdapat komponen gaya kearah deviasi radial dan deviasi ulna yang menyebabkan patah tulang karpus (Sjamsuhidayat et al, 2004).


Patoflow Diagram

 



























(Sjamsuhidayat et al, 2004).


 

5.      Manifestasi klinis
a.       Nyeri
b.      Teraba adanya benjolan tulang akibat pergeseran
c.       Bentuk tangan abnormal
d.      Kerusakan fungsi
(Mansjoer, A, 2001)
           
6.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Radiologi
Untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur.
b.      Arterigram
Bila kerusakan vaskuler dicurigai
c.       Laboratorium
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
(Doenges et al, 1999, hal 763)
7.      Penatalaksanaan Medis
a.       Atasi nyeri, pemberian analgesik
b.      Pemasangan traksi
c.       Pengembalian fregmen tulang ke posisi normal
(Price & Wilson, 1995, hal. 1197).
8.      Komplikasi
a.       Kematian sel dan jaringan
b.      Infeksi
c.       Cedera saraf
(Price & Wilson, 1995, hal. 1197).

B.     Konsep Dasar Keperawatan
1.      Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data sebagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan askep sesuai dengan kebutuhan individu, sehingga pengkajian akurat, lengkap, sesuai kenyataan dan kebenaran data sangat penting dalam merumuskan diagnosa keperawatan.
Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan data yag terdiri dari tiga metode yaitu komunikasi efektif, observasi dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan terdiri atas data dasar dan data focus (Nursalam, 2001).
            P          : Provokatif atau Paliatif
                          Apakah yang menyebabkan gejala? Apa saja yang mengurangi atau memperberatnya?
            Q         : Kualitas atau Kuantitas
                           Bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar? Sejauh mana anda merasakannya sekarang.
             R        : Regional atau Area Radiasi
                          Dimana gejala terasa? Apakah menyebar?
             S         : Skala keparahan
                           Seberapa keparahan dirasakan dengan skala 1 sampai 10 (paling parah)
             T         : Timing (waktu)
                          Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala terasa? Apakah tiba-tiba atau bertahap? (Priharjo, 1996).
Data dikumpulkan dengan menggunakan pola Gordon, yaitu sebagai berikut:
a.       Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Data Subjektif
1).    Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang pengobatan dan pemeliharaan kesehatan.
2).    Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya.
3).    Apa upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan pencegahan penyakit.
4).    Apa yang dilakukan bila klien mengalami gangguan kesehatan.
Data Objektif
1).    Observasi penyampaian-penyampaian dan keadaan fisik klien.
2).    Kaji kebersihan klien dan kebutuhan ADL sehari-hari.
b.      Pola nutrisi metabolik
Data subjektif
1).    Tanyakan minuman dan makanan sehari-hari dalam 24 jam.
2).    Kaji makanan kesukaan dan yang tidak disukai klien.
3).    Kaji adanya gangguan menelan, mual dan muntah.
4).    Apakah ada alergi atau pantangan terhadap suatu makanan.
5).    Tanyakan frekuensi makan dan jumlah makanan yang mampu dihabiskan.
Data objektif
1).    Observasi dan kaji nilai laboratorium.
2).    Timbang berat badan dan catat hasilnya.
c.       Pola eliminasi
Data subjektif
1).    Tanyakan kebiasaan membuang air besar, teratur atau tidak, frekuensi dalam sehari, warna, konsistensi, adakah kesulitan saat membuang air besar dan bagaimana klien mengatasinya.
2).    Kaji frekuensi buang air kecil, apakah sering menahan miksi.
Data objektif
Observasi dan catat intake dan output setiap shift.
d.      Pola aktifitas dan latihan
Data subjektif
1).    Kaji tingkat aktifitas klien setiap hari.
2).    Tanyakan adanya keluhan lemah, nyeri saat beraktifitas.
Data objektif
1).    Kaji  tingkat aktifitas klien.
2).    Kaji kemampuan memenuhi kebutuhan ADL.
e.       Pola tidur dan istirahat
Data subjektif
1).    Tanyakan jumlah jam tidur semalam.
2).    Tanyakan kebiasaan dan jumlah tidur pada siang hari.
3).    Tanyakan kebiasaan sebelum tidur.
4).    Adanya kesulitan waktu tidur.
Data objektif
1).    Observasi keadaan lingkungan yang dapat mengganggu istirahat.
2).    Kaji faktor intrinsik klien yang dapat mengganggu istirahat.
f.       Pola persepsi kognitif
Data subjektif
1).    Tanyakan apakah klien mengalami nyeri perut, dimana lokasinya, apa yang menjadi pemicu atau yang meredakan.
2).    Tanyakan apakah klien menggunakan alat bantu pendengaran /pengelihatan.
Data objektif
1).    Kaji kemampuan klien mengingat.
2).    Kaji tingkat pengetahuan dan pendidikan klien.
g.      Pola mekanisme koping
Data subjektif
1).    Tanyakan apakah klien sering merasa depresi atau cemas.
2).    Apakah ada kejadian tertentu yang mempengaruhi masalah ini.
3).    Apa yang dilakukan klien untuk menangani cemas atau stres.
4).    Siapa dan apa yang dapat membantu klien menangani stres.
Data objektif
Kaji respon klien terhadap penyakit.
h.      Pola peran sosial
Data subjektif
1).    Tanyakan apakah penyakit ini mempengaruhi klien dalam keluarga.
2).    Tanyakan apakah hubungan klien dengan keluarga, teman akan mengalami perubahan.
Data objektif
Kaji interaksi klien dengan klien disebelah kiri, kanan dan dengan tenaga perawat dan dokter.
i.        Pola persepsi diri-konsep diri
Data subjektif
1).    Tanyakan kepada klien perasaan terhadap penyakitnya.
2).    Bagaimana masalah ini dapat membuat pandangan klien terhadap diri sendiri.
Data objektif
1).    Kaji adanya ungkapan rendah diri klien.
2).    Kaji respon verbal dan nonverbal klien.
j.        Pola seksual reproduksi
Data subjektif
Tanyakan apakah masalah ini mempengaruhi cara klien berpikir tentang diri klien sendiri sebagai seorang pria atau wanita.
Data objektif
1).    Mencatat perubahan kemampuan melakukan aktivitas seksual.
2).    Kaji respon verbal dan nonverbal klien.
k.      Pola nilai kepercayaan
Data subjektif
1).                        Tanyakan apakah klien menganut suatu kepercayaan tertentu.
2).                        Tanyakan kebebasan klien dalam melakukan ibadah.
Data objektif
Kaji respon verbal dan nonverbal klien.
2.      Diagnosa  Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dan individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah (Carpenito, 2000).
Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon klien yang aktual/potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu “sistem” untuk menentukan diagnosa yang akan diambil tindakan pertama kali. Sistem yang bisa digunakan adalah hirarki “Kebutuhan Dasar Manusia” dikutip dari Iyer et. all, 1996  dalam (Nursalam, 2001, hal. 52).
1)      Hirarki KDM “Abraham Maslow”
Dalam menentukan prioritas diagnosa mengacu pada teori Abraham Maslow.
Gambar Hirarki Maslow, tentang Kebutuhan Dasar Manusia.
( Nursalam, 2001, hal 52 dikutip dari Abraham Maslow)


2)      Hirarki “Kalish”
Kalish (1983) lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk “bertahan dan stimulasi”. Kalish mengidentifikasikan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri. Jika terjadi kekurangan kebutuhan tersebut klien cenderung menggunakan semua prasarana untuk memuaskan kebutuhan tertentu. Hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya, misalnya keamanan atau harga diri. dikutip dari Iyer et. all, 1996  dalam (Nursalam, 2001, hal 53).
Dari kedua system ini penulis menggunakan hirarki KDM “Maslow” untuk menentukan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul. Langkah-langkah dalam menentukan diagnosa keperawatan yaitu: klasifikasi dan analisa data, interpretasi data, validasi data dan perumusan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan dapat berupa aktual maupun resiko. Diagnosa keperawatan menurut Doenges et al (1999, hal. 764)  pada pasien dengan dislokasi ulna proximal distal  adalah:
a.         Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan dislokasi sendi serta gerakan fragmen tulang dan fraktur.
b.         Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan.
c.         Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
d.        Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan edema berlebihan.
e.        Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan primer: Kerusakan kulit, trauma jaringan, pemasangan infus, foly kateter dan traksi tulang
f.         Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang  imformasi adekuat.
             3.     Perencanaan
Dalam menentukan Intervensi perlu menyusun suatu sistem untuk menentukan diagnosa yang akan diambil untuk tindakan pertama kali. Salah satu sistim yang biasa digunakan adalah “Hirarki” kebutuhan dasar manusia. (Nursalam, 2001). Perencanaan meliputi perkembangan strategi untuk mencegah, mengurangi dan menyelesaikan masalah-masalah yang akan diidentifikasi pada pendiagnosaan.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada menurut Doenges 1999,  maka intervensi yang dapat dilakukan untuk masing-masing diagnosa yang telah dirumuskan adalah sebagai berikut:
1)   Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan dislokasi sendi serta gerakan fragmen tulang dan fraktur.
Tujuan                     : Menyatakan / menunjukan nyeri hilang
Kriteria hasil           :
·      Menunjukan kenyamanan
·      Mampu untuk tidur/ istirahat
Intervensi :
a)         Kaji skala nyeri, misalnya lokasi, frekwensi, durasi, dan intensitas (skala 1-10)
R/ Membantu mengevaluasi derajat ketidakanyaman dan keefektifan   analgesik atau menyatakan terjadinya komplikasi
b)      Jelaskan penyebab nyeri.
R/ Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan dan keefektifan intervensi
c)      Dorong pasien menyatakan masalah, mendengar   dengan   aktif pada    masalah ini dan berikan  dukungan dengan menerima, tinggal  dengan pasien berikan   imformasi yang tepat.
R/ Penurunan ansietas atau takut meningkatkan  relaksasi kenyamanan
d)     Dorong penggunaan tehnik relaksasi, (imajinasi, visualisasi, aktivitas terapeutik
R/ Menurunkan tegangan   otot, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping, menurunkan nyeri dan ketidakanyamanan
e)      Berikan tindakan kenyamanan   contoh  pijat punggung, penguatan posisi (pengguanaan tindakan  dukungan sesuai kebutuhan)
R/ Menghilangkan nyeri, meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat. membantu klien dalam mengatsi kecemasan terhadap nyeri
f)       Berikan obat sesuai indikasi
R/ Menghilangkan nyeri, meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
2)   Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan                     :Mempertahankan mobilitas/ fungsi optimal
Kriteria hasil          :Menunjukan peningkatan kekuatan dan bebas dari komplikasi (kontraktur, dekubitus).
Intervensi
a)    Kaji keterbatasan aktivitas, perhatikanadanya/derajat/keterbatasan /kemampuan.
R/ Mempengaruhi pilihan intervensi
b)   Jelaskan penyebab kelemahan.
R/ Informasi dapat meningkatkan perubahan perilaku
c)    Ubah posisi setiap 2 jam bila tirah baring: dukung bagian tubuh yang sakit/sendi dengan bantal, gulungan, bantalan siku/tumit sesuai indikasi.
R/ Menurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan kekuatan otot/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi, dan mencegah kerusakan kulit
d)   Bantu dalam latihan rentang gerak aktif/pasif.
R/ Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur, dan membantu dalam menurunkan ketegangan otot
e)    Berikan pijatan kulit, pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit. pertahankan linen kering dan bebas kerutan.
R/ Merangsang sirkulasi: mencegah iritasi kulit
f)    Berikan tempat tidur busa/kapuk.
R/ Menurunkan tekanan jaringan dan dapat meningkatkan sirkulasi, sehingga menurunkan resiko iskemia/kerusakan dermal
3)   Gangguan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
Tujuan                      : Menyatakan ketidaknyamanan hilang
Kriteria hasil             : Menunjukan perilaku atau tehnik untuk mrncegah kerusakan kulit atau memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.
Intervensi
a.    Kaji kulit, kemerahan dan perubahan warna kulit
R/ Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang             mungkin disebabkan balutan/ikatan perban dan imobilisasi lama
b.  Jelaskan penyebab kerusakan kulit
R/ Informasi dapat merubah prilaku klien untuk mencegah terjadinya dekubitus.
c.    Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan edema lokal/eritema ekstremitas cedera.
R/ Dapat mengidentifikasi terjadinya osteomielitis
d.   Beri obat sesuai indikasi
Antibiotik dapat meminimalkan resiko terjadi infeksi
4)      Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan udema berlebihan.
Tujuan                    : Mempertahankan perfusi jaringan
Kriteria hasil           :
·         Nadi teraba
·         Kulit hangat dan kering
·         Sensori biasa
·         Tanda-tanda vital stabil.
Intervensi
a.    Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit.
R/ kembalinya warna harus cepat(3-5 detik), warna kulit putih menunjukan gangguan arterial. Sianosis diduga ada gangguan vena
b.      Kaji tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba, contoh penurunan suhu kulit, dan peningkatan nyeri.
R/ dislokasi sendi dapat menyebakan kerusakan arteri yang berdekatan, dengan akibat hilangnya aliran darah ke distal.
c.       Kaji neuromuskuler, perhatikan perubahanfungsi motorik/sensorik.
R/ gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan atau penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak.
d.      Awasi tanda-tanda vital pucat/sianosis umum, kulit dingin, dan perubahan mental.
R/ ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
5)      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan primer: Kerusakan kulit, trauma jaringan, pemasangan infus, foly kateter dan traksi tulang
Tujuan                     : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Kriteria hasil           :
·         Bebas drainase purulen
·         Bebas eritema
·         Bebas demam

Intervensi
a).  Kaji integritas kulit dan tanda-tanda inflamasi di area pemasangan infus, pemasangan folly kateter, serta pemasangan pen dan kawat
R/ Pen dan kawat serta tusukan infus dan foly kateter, dapat menimbulkan infeksi
b). Kaji tonus otot, reflek tendo dalam dan kemampuan untuk berbicara
R/ Kekakuan otot, spasme otot rahang dan dispagia menunjukan terjadinya tetanus
c).  Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan edema lokal/eritema ekstremitas cedera
R/ Dapat mengidentifikasi terjadinya osteomielitis
d). Anjurkan klien tidak menggangu/menyentuh tempat pemasangan infus, folly kateter.
R/ Dapat menghindari infeksi bakteri dan kuman yang berasal dari tangan yang kotor
e).  Berikan obat sesuai indikasi
R/ Antibiotik dapat meminimalkan resiko terjadi infeksi
6)      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang  imformasi adekuat.
Tujuan                     : Mengutarakan pemahaman proses penyakit
Kriteria hasil           :
·         Melakukan prosedur yang diperlukan
·         Memulai perubahan gaya hidup
·         Ikut serta dalam proses perawatan.
Intervensi
a).       Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan harapan masa datang
R/ kesempatan untuk menjelaskan kesalahan konsepsi mengenai situasi individu
b).    Jelaskan secara singkat dan sederhana mengenai :
(a)    Pengertian penyakit
(b)   Penyebab penyakit
(c)    Tanda-gejala penyakit
(d)    Penatalaksanaan penyakit
(e)     Komplikasi penyakit
R/ Memberikan pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi dan kesempatan untuk menjelaskan kesalahan konsepsi mengenai situasi individu.
c).    Beri kesempatan untuk bertanya.
R/ Dapat mempercepat proses penyembuhan penyakit
d).   Jelaskan pentingnya kerjasama klien dengan tenaga kesehatan.
R/ Memberikan pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
4.      Implementasi
           Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk tujuan yang spesifik. Pelaksanaan implementasi merupakan aplikasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien (Nursalam, 2001).
           Ada beberapa tahap dalam tindakan keperawatan yaitu:
a.       Tahap persiapan menuntut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan
b.      Tahap intervensi adalah kegiatan pelaksanaan dari rencana yang meliputi kegiatan independent, dependent dan interdependent
c.       Tahap implementasi adalah pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kegiatan dalam proses keperawatan
(Nursalam, 2001)
5.      Evaluasi
           Evaluasi adalah sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada sistem kesehatan klien, tipe pernyataan evaluasi ada dua yaitu formatif dan sumatif. Pernyataan formatif merefleksi observasi perawat dan analisa terhadap klien, terhadap respon langsung dari intervensi keperawatan. Penyataan sumatif adalah merefleksi rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisa mengenai status kesehatan klien terhadap waktu. Pernyataan ini menguraikan kemajuan terhadap pencapaian kondisi yang dijelaskan dalam hasil yang diharapkan (Nursalam, 2001).
6.      Perencanaan pulang
Pendidikan pasien sebelum pulang dan suvervisi yang adekuat adalah penting. Penyuluhan atau penjelasan kesehatan diberikan untuk perencanaan pulang sebagai upaya melengkapi informasi agar perawatan dirumah dapat terlaksana sesuai dengan pendidikan yang telah diajarkan. Pendidikan kesehatan yang diberikan dapat berupa :
a.       Penyuluhan tentang dislokasi dan informasi mengenai perawatannya.
b.      Memberikan informasi mengenai pentingnya nutrisi adekuat pada pasien yang mengalami cedera tulang.
c.       Mengajarkan tindakan mengatasi nyeri.
d.      Tekhnik mobilisasi diberikan pada tubuh yang tidak mengalami cedera.
e.       Merencanakan pemeriksaan ulang di rumah sakit.
(Nursalam, 2001).
7.      Dokumentasi Keperawatan
Yang menjadi fokus pembahasan pada bagian ini adalah bagaimana pendokumentasian data dilakukan sesuai dengan tahap-tahap asuhan keperawatan, dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Pengkajian dan dokumentasi yang lengkap tentang kebutuhan klien dapat meningkatkan efektivitas asuhan keperawatan yang diberikan, melalui beberapa hal berikut ini: Menggambarkan kebutuhan klien untuk membuat diagnosa keperawatan dan menetapkan prioritas yang akurat sehingga perawat dapat  menggunakan waktunya dengan lebih efektif, memfasilitasi dalam perencanaan, menggambarkan kebutuhan klien dan keluarga yang menunjukkan dengan tepat faktor yang akan meningkatkan pemulihan klien dan menentukan perencanaan pulang dan dokumentasi informasi pengkajian yang bersifat penting.
Meskipun format dan metode dapat berubah tapi diagnosa keperawatan tetap menjadi langkah kedua untuk untuk menentukan asuhan keperawatan selanjutnya. Dokumentasi tentang diagnosa biasanya memuat: Saran membuat rencana perawatan, gagasan untuk mempersingkat proses perencanaan perawatan.
Dengan perencanaan yang akurat dan menyeluruh, perawat dapat memberikan perawatan yang terindividualisasi. Mengekspresikan rencana perawatan dalam bentuk dokumentasi akan meningkatkan kontinuitas dan konsistensi perawatan yang diberikan. Rencana perawatan yang berdasarkan pengkajian dan diagnosa keperawatan selanjutnya akan memberikan informasi esensial bagi perawat guna memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi. Dokumentasi tentang perencanaan memuat hal-hal sebagai berikut: Diskusi perencanaan multidisiplin dan deskripsi tentang ciri esensial pendokumentasian tindakan, penyuluhan dan perencanaan pulang.
Dokumentasi implementasi meliputi: Catatan intervensi yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan klien dan memantau perawatan yang diterima klien. Dalam dokumentasi ini, meliputi hal-hal sebagai berikut: Sistem klasifikasi intervensi keperawatan, dokumentasi kritis yang berhubungan dengan klien jatuh/penggunaan restrein, pendokumentasian perawatan psikososial.
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana keperawatan, ada lima aspek dokumentasi evaluasi: Mengapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana.
(Nursalam, 2001).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar